Headlines News :
Home » » API SALAF DAWUHAN KULON

API SALAF DAWUHAN KULON

Written By Ngampu rancang on Senin, 22 Oktober 2012 | 10.27

Api Salaf Dawuhan Kulon Purwokerto







A. Profil Pesantren API Salaf Dawuhan Kulon


1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren API Salaf


Pondok pesantren Asrama Pendidikan Islam Salaf atau lebih dikenal dengan singkatan API Salaf didirikan oleh K.H Imam Turmudi sekitar Tahun 1970. K.H Imam Turmudi yang lahir di Kecamatan Karangjambu Kabupaten Purbalingga ini telah selesai menuntut ilmu kepada K.H Abdurrochman Chudlori di Pondok pesantren API Tegalrejo Kabupaten Magelang. Beliau kemudian menikah dengan Siti Markhamah, putri sulung Kyai Sobirin yang merupakan seorang tokoh agama di Desa Dawuhan Kulon.


K.H Imam Turmudi kemudian mukim/bertempat tinggal di Desa Dawuhan Kulon. Melihat kondisi lingkungan yang ada waktu itu di desa, dimana masyarakat masih sangat membutuhkan tempat untuk belajar agama Islam maka beliau mulai mengajarkan ilmu agama kepada warga di sekitar desa. Tujuannya waktu itu sederhana, hanya untuk memudahkan bagai warga sekitar yang ingin belajar tentang agama Islam.


Seiring berjalannya waktu, mulailah ada beberapa santri yang berasal dari luar desa yang ikut mukim/mondok di tempat K.H Imam Turmudi. Sehingga pada Tahun 1973 mulai dibangun asrama/pemondokan di sekitar rumah tinggal K.H Imam Turmudi. Pada tahun tersebut pula diresmikan sebagai berdirinya API Salaf yang mengadopsi nama pesantren API Tegalrejo.


Sampai saat ini diusianya yang menginjak 80 tahun, K.H Imam Turmudi masih bersemangat untuk terus mengajarkan ilmu agama. Dalam mengurus Pesantren API Salaf kini beliau dibantu oleh putranya yang ke-4 yaitu Muhammad Iksan (Gus Amad) dan putra ke-7 Abdul Malik (Gus Malik).


2. Letak Geografis


Pondok Pesantren API Salaf berlokasi di Jln. Balai Desa, Desa Dawuhan Kulon RT 07/I No. 37, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas. Berjarak sekitar 3 km dari ibu kota kecamatan, atau 10 km ke arah barat laut dari Kota Purwokerto. Areal pondok bisa dicapai dengan menggunakan angkutan umum pedesaan dari pasar Karanglewas tujuan Dawuhan Kulon dengan jarak tempuh 30 menit.


3. Visi, Misi, dan Tujuan Pondok Pesantren


4. Gambaran Umum


a. Keadaan Pengasuh dan Ustadz


Kegiatan pembelajaran santri di PP API Salaf dilakukan lansung oleh pendiri dan pengasuh PP API Salaf yaitu K.H Imam Turmudi. Beliau sekarang dibantu oleh putranya yaitu Muhammad Iksan dan Abdul Malik. Selain itu, santri yang telah dianggap cukup dalam bidang keilmuannya juga diminta untuk menjadi ustad mengajar untuk adik kelasnya. Jumlah santri yang diperbantukan tersebut sekarang ada 13 santri, sehingga total tenaga pengajar yang sekarang ada berjumlah 16 orang.


b. Keadaan Santri


PP API Salaf merupakan pesantren yang khusus menerima santri laki-laki. Menurut Gus Amad, hal ini bukan bermaksud mendiskriminasikan perempuan dalam hal menuntut ilmu, tetapi murni karena keterbatasan yang dimiliki. Pertama, karena keterbatasan dari tenaga pengajar. Apabila dengan keterbatasan tenaga tersebut tetap menerima santri perempuan disini, maka akan kesulitan dalam hal pengawasannya. Kedua, keterbatasan fasilitas asrama pondok untuk perempuan karena santri perempuan harus ada pembatasnya dengan laki-laki. Selain itu juga agar santri lebih bisa fokus kedalam materi pelajaran.


Saat ini santri yang ada di PP API Salaf berjumlah 70 orang. Rata-rata pendidikan formal santri sampai tingkat SLTP. Hampir semua santri yang ada tidak melanjutkan atau mengikuti pendidikan di sekolah formal, hanya terdapat satu orang yang sedang mengikuti pendidikan di sebuah sekolah tinggi agama di Purwokerto. Menurut Gus Amad, sebenarnya dari pihak pesantren pada dasarnya memberikan kebebasan bila ada santri yang juga ingin melanjutkan sekolah formal. Tetapi karena kondisi sekolah umum/formal jaraknya cukup jauh dari pesantren maka santri-santri disini hanya mengaji/belajar saja di pesantren.


c. Struktur Kepengurusan


Ponpes API Salaf berada di bawah Yayasan Al Murobbiyyah. Yayasan ini dikelola dibawah pemerintahan Desa Dawuhan Kulon dengan kepengurusan juga diambil dari tokoh masyarakat setempat. Yayasan ini juga memiliki madrasah diniyah Al Murobbiyyah. Namun dalam hal pengelolaan pondok pesantren pihak yayasan menyerahkan sepenuhnya kepada K.H Imam Turmudi selaku pendiri sekaligus pengasuhnya. Struktur kepengurusan PP API Salaf masa khidmat 2009/2010 adalah sebagai berikut:






1. Rois Am/Ketua : Sulthoni


2. Wakil : Saiful Anwar


3. Sekertaris : 1. Imam Mashuri


2. Fauzan


4. Bendahara : 1. Mukhtar


2. Syahidin









§ Seksi Kebersihan : Muchtar


§ Seksi Keamanan : Abdul Malik


§ Seksi Khitobahan : Mubarok


§ Seksi Humas : Aji Cahyono


§ Seksi Penerangan : Masrun






§ Seksi Perlengkapan : Toha Putra


§ Seksi Pendidikan : Ikhlasul A


§ Seksi Pembantu Umum : Mansur


§ Seksi Koperasi : Chotibul






d. Sarana dan Prasarana


Keadaan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh PP API Salaf pada Tahun Pengajian 2009/2010 adalah dua lokal gedung bangunan dua lantai dengan total 24 kamar asrama, 2 ruang kelas, 1 ruang tamu, 1 ruang kantor, 1 ruang dapur, kamar mandi, 1 ruang kantin, dan 1 ruang Poskotren (Posko Kesehantan Pesantren). Kondisi bangunan pesantren dalam keadaan baik, kecuali bangunan ruang kelas mengalami rusak sedang karena faktor usia bangunan. Ruang kelas yang hanya terdapat dua ruangan tidak mampu menampung kegiatan pembelajaran semua santri yang terdiri atas 7 kelas. Selama ini untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran juga memanfaatkan ruang kantor dan ruang tamu.


5. Gambaran Umum Kegiatan Pembelajaran


a. Kurikulum


Kurikulum pendidikan di PP API Salaf mengadopsi PP API Tegalrejo Magelang. Secara umum kurikulum yang diberikan kepada santri baru/tingkat dasar adalah sama seperti pesantren Nahdlotul Ulama (NU) pada umumnya. Namun pada jenjang berikutnya, bidang kajian yang dimaksimalkan adalah Nahwu Shorof dan Fiqih. Hal ini didasari bahwa alat pertama untuk bisa membaca dan mengertahui arti dalam sebuah kitab adalah harus belajar Nahwu Shorof terlebih dahulu. Nahwu Shorof merupakan sebuah alat yang nantinya digunakan untuk membaca kitab-kitab yang lain seperti Tauhid, Tasawuf, Fiqih, Akhlaq, dsb. Sehingga ketika santri tidak bisa mengetahui ilmu Nahwu Shorof, maka dia tidak bisa mendalami kitab-kitab yang lain.


Dalam kegiatan pembelajaran santri dibagi menjadi 7 kelas berdasarkan tingkatan kitab yang dipelajari. Dibutuhkah waktu selama satu tahun untuk untuk menyelesaikan masing-masing tingkatan. Rata-rata santri belajar selama 8 jam/hari. Metode pembelajarannya seperti di kelas-kelas sekolah formal. Guru menulis materi pembelajaran di papan tulis, kemudian menjelaskan pengertiannya kepada santri. Setelah dijelaskan, kemudian santri menyalin materi dan diikuti tanya jawab. Kemungkinan terjadi diskusi antara santri dengan guru dalam proses belajar di kelas cukup banyak.


Selain itu juga ada latihan berpidato atau khitobahan dan membaca kitab Al Barjanji. Kedua kegiatan ini dilakukan setiap malam Jumat dengan tujuan menanamkan rasa percaya diri sehingga setelah santri selesai mondok di PP API Salaf dan pulang kembali ke rumahnya bisa mengajarkan ilmu dan bisa memimpin kegiatan-kegiatan keagamaan di lingkungannya.


b. Materi Pembelajaran


Materi pembelajaran yang diberikan kepada santri disesuaikan dengan tingkatatannya, kitab yang dipelajari :


Kelas I : Jurumiah, Safinah, Ngaqidatul Awam, Hidayatul Sibyan, Fasholatan, Qur’an


Kelas II : Al ‘Imrithy, Fatchul Qorib, Qowa’idul ‘Irob, Al Amsilatu Tafsrifiyah


Kelas III : Alfiyah Ibnu Malik I, Minhajul Qowim


Kelas IV: Alfiyah Ibnu Malik II, Fathul Wahab


Kelas V : Jauharul Maknul, Mahali


Kelas VI : Mantiq, Al Buchori


Kelas VII: Ikhya ‘Ulumuddin, Ushul Fiqih


c. Skill Santri


PP API Salaf memang tidak memiliki program khusus dalam rangka meningkatkan keterampilan/life skill yang diberikan kepada santri. Pelatihan yang didapatkan oleh santri biasanya diperoleh dari luar, dalam arti menjadi delegasi dalam kegiatan pelatihan yang diselenggarakan baik oleh pemerintah atau pihak swasta yang peduli terhadap pesantren. Beberapa pelatihan yang telah diikuti santri antara lain: budidaya ikan tawar, pertanian organik, budidaya unggas, dan penanganan kesehatan untuk pesantren. Namun pelatihan-pelatihan semacam itu juga sangat jarang diselenggarakan, dan tidak menjangkau semua santri yang ada.


Kegiatan yang bisa dikategorikan sebagai pemberian keterampilan kepada santri antara lain santri-santri yang sudah senior/kelas VI dan VII di suruh untuk belajar tentang pertanian, peternakan, dan perikanan. Mereka di pasrahi untuk mengelola bebek, ikan tawar, atau lahan sawah milik pengasuh pesantren. Memang tidak pernah ada pelatihan secara teoris, namun mereka langsung mempraktekan sambil didampingi oleh pengasuh. Para santri juga bisa belajar berdagang di koperasi pesantren yang menjual beraneka kebutuhan santri serta memiliki unit usaha pengisian ulang air galon.


B. Nilai-Nilai Moderat yang dijunjung PP API Salaf


Istilah moderat merupakan istilah modern atau masa kini. Dalam konsep Islam disebut wasathan, atau umat pertengahan. Allah telah menyatakan dalam QS. Al-Baqarah ayat 143 bahwa peran yang harus dimainkan Islam, yaitu sebagai ummatan wasathan (umat yang serasi dan seimbang). Pondok pesantren sebagai mainstream dari pendidikan Islam menjadi harapan bagi terwujudnya pembumian nilai-nilai dan wajah Islam moderat di Indonesia.


Moderat dalam Islam bisa dilihat dari sikap berada di tengah terhadap ajarannya yang berupa akidah, ibadah, akhlak, ruhani-materi, hukum, dan privat-publik. Moderat di dalam Islam berarti adil dan istiqamah tanpa berpihak kepada salah satu hal seraya mengorbankan hal yang lain.


Nilai-nilai moderat yang disemai di dalam PP API Salaf dapat tercermin dalam penyikapan pengasuh dan para santri terhadap masalah yang peneliti ajukan. Pertama, dalam hal menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menurut Gus Amad, masalah modernisasi sangat tergantung dari mana kita melihat hal tersebut. Jika kita memandang hasil-hasil modernisasi sangat bermanfaat bagi masyarakat dan demi kebaikan umat, maka harus kita terima sepanjang tidak bertentangan dengan syariat-syariat islam yang ada. Contoh seperti komputer, laptop, handphone, internet sebagai hasil modernisasi bisa sangat berguna bagi masyarakat maka harus kita terima. Kemudian masalah penyimpangan dalam penggunaannya menurut Gus Amad harus disikapi dengan lain.


Kedua, ketika santri menyikapi nilai-nilai Barat yang berkembang dan melanda umat Islam di Indonesia, menurut Imam, salah satu santri di PP API Salaf menuturkan bahwa nilai-nilai barat yang ada sebenarnya tidak semuanya bertentangan dengan Islam. Nilai-nilai universal seperti HAM, Kemanusiaan, Demokrasi, dan Gender juga bukan masalah asing dalam dunia Islam. Banyak contoh-contoh yang sejalan dengan nilai-nilai Barat tersebut juga dipraktekan ketika zaman Nabi Mukhammad. Namun, beberapa nilai-nilai barat yang bertentangan dengan syariat juga harus kita larang, seperti pergaulan remaja yang terlalu bebas maupun individualisme dalam masyarakat.


Menurut Saeful yang menjabat sebagai wakil pengurus PP API Salaf, umat Muslim juga harus berhati-hati dan jernih dalam melihat permasalahan nilai-nilai Barat yang makin banyak berkembang. Sekarang kita juga bisa merasakan tak-tik orang-orang barat yang tidak suka dengan dunia Islam ataupun Indonesia merusak tatanan umat Islam dengan jalan menyebarkan nilai-nilai yang menyimpang seperti pornografi dan pergaulan bebas. Mereka tidak langsung menyerang aqidah kita, namun berusaha meracuni agar kita sendiri yang melupakan aqidah Islam.


Ketiga, dalam hal menyikapi penggunaan jilbab bagi wanita muslim. Menurut Imam, pemakaian jilbab bagi wanita muslim hukumnya adalah wajib sebagai penutup aurat wanita. Namun dia juga menyadari bahwa di sekitar kita masih banyak wanita muslim yang tidak mengenakan jilbab. Kadar keimanan dan pengetahuan ilmu agama seseorang juga berbeda sehingga kita juga tidak boleh menyalahkan mereka. Seperti halnya beragama, memakai jilbab juga tidak bisa dipaksakan namun harus disertai kesadaran dari wanita. Kita hanya berusaha memberikan himbauan dan pengetahuan kepada para wanita bahwasanya tujuan penggunaan jilbab sesungguhnya adalah untuk melindungi kehormatan wanita sendiri.


Dari uraian pengasuh dan para santri di PP API Salaf terhadap beberapa kasus yang diajukan oleh peneliti maka bisa disimpulkan bahwa PP API Salaf sangat mengembangkan nilai moderat. Mereka apresiatif terhadap khazanah klasik (kajian kitab kuning) sebagai fundamen utama, apresiatif dan inklusif terhadap keilmuan Barat sebagai sebuah realitas modernisasi, namun dengan seleksi dan kritik obyektif. Hukum islam juga mereka terapkan dengan dakwah damai tanpa paksaan.


C. Nilai-Nilai Inklusif yang dijunjung PP API Salaf


Inklusif merupakan sifat yang menghargai keberagaman, baik dari segi suku, agama, golongan, gender, dan asal-muasal sehingga mau terbuka dan bergaul dengan semua manusia meskipun memiliki latar belakang yang berbeda. Inklusif sesungguhnya merupakan ajaran atau konsep yang sangat positif bagi peneguhan kembali pilar-pilar persatuan dan kebangkitan suatu bangsa. Nilai inklusif haruslah senantiasa dijunjung dan dikembangkan oleh semua masyarakat, termasuk di kalangan pondok pesantren.


Nilai-nilai inklusif yang dikembangkan di PP API Salaf antaralain tercermin dari pesantren PP API Salaf meskipun berhaluan Nahdlotul Ulama (NU) tetapi terbuka mau menerima santri dari latar belakang aliran islam yang manapun, asalkan mau serius belajar di pesantren. Kemudian nilai inklusif juga dapat terlihat dari usaha untuk terbuka berdialog dengan golongan umat muslim yang lain ketika ada perselisihan. Gus Amad, berpandangan bahwa mereka adalah saudara seiman kita, selama mereka satu tujuan dalam hal keyakinan agama meskipun berbeda dalam beberapa amalan maupun pemikiran kita wajib menghormati dan menghargai.


Semisal dengan golongan Mukhammadiyah, Gus Amad menambahkan bahwa kita bukan bermasalah dalam hal aqidah, akan tetapi dalam masalah Furu’ seperti tahlilan, qunut, membaca Al Quran kepada orang mati. Kita juga memaklumi pendapat-pendapat mereka karena juga memiliki dasar, sedangkan kita dari NU juga tidak bersikap secara berlebihan dengan menyerang Mukhammadiyah. Biarlah kita memiliki dalil hukum, mereka juga memiliki dalil hukum sehingga saling menghormati saja dan saling bekerjasama untuk membangun umat islam.


Gus Amad juga menyatakan keterbukaannya terhadap dunia akademis untuk bersama-sama membangun dan memecahkan permasalahan yang di hadapi umat. “Pada dasarnya PP API Salaf sangat ingin bekerja sama dengan pihak kampus, karena terus terang kami juga ingin belajar dan menambah ilmu dan wawasan dari dunia akademik. Kita sebenarnya juga merasakan posisi yang terpojok. Kaum Islam liberal menganggap kami yang ada di pesantren sebagai Islam kuno, kolot dan ketinggalan jaman. Kemudian Islam modernis/garis keras mengatakan bahwa kita itu mengajarkan bid’ah, musrik, kafir. Kita merasa terpojokan dari dua aliran tersebut”.


Meskipun mereka sebagai orang yang hidup di dunia pesantren sering dianggap sebagai Islam yang ketinggalan jaman, tradisional, dianggap bid’ah namun mereka senantiasa menghadapi dengan berdialog terbuka. “Yang kita kedepankan bukan membela atas dasar sentimental, namun alasan dan argumentasi yang didukung oleh Al Quran, Hadist, Sunah, maupun Qias. Kita harapkan jangan sampai stetmen-stetmen mereka tersebut merusak persatuan umat islam” ungkap Gus Amad


D. Nilai-Nilai Toleransi yang dijunjung PP API Salaf


Nilai toleransi sebagai fundamen dalam kehidupan beragama yang harmonis harus senantiasa disemaikan. Toleransi dalam konteks ini melihat perbedaan yang ada di dalam masyarakat sebagai rahmat Tuhan. Dalam konteks bernegara, kita mengenal Bhineka Tunggal Ika sebagai konsensus persatuan semua suku bangsa dan agama yang ada di Indonesia. PP API Salaf ternyata menyadari betul akan posisi umat Muslim dalam kehidupan bernegara ketika dikaitkan dengan munculnya ide Negara Islam/Khilafah. Menurut Imam, dengan mengambil contoh ketika jaman Nabi dimana lingkungannya bukanlah orang muslim semua. Tapi pada masa itu mereka bisa hidup bersama. Apabila dikaitkan dengan negara Indonesia yang akan dibuat dengan model Khilafah itu jelas sulit diwujudkan, karena sejak awal berdiri Negara Indonesia beragam agama dan kepercayaan, dan Islam datang ke Indonesia sebagai agama yang paling baru. Bila dipaksakan maka akan terpecah-pecah antar kelompok agama dan memancing konflik antar agama yang lebih besar.


Masih mengenai Khilafah, Gus Amad menambahkan bahwa pandangan dari pesantren-pesantren yang telah ada dari dulu, pesantren salaf khususnya melihat konsep Negara Islam atau sering disebut Khilafah tidak tepat. Karena yang membawa konsep Khilafah tersebut juga belum jelas siapa mereka. Mereka adalah orang-orang baru yang mungkin belajar di Timur Tengah kemudian ingin mempraktekan teorinya di Indonesia tanpa melihat kondisi historis dan sosio budaya Negara Indonesia. Bagi kami yang terpenting bukanlah kulitnya akan tetapi isinya atau substansinya. Ajaran Islam yang kita inginkan adalah, nilai-nilai islam mendasari dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukan menginginkan Islam berubah menjadi struktur seperti negara, tetapi ruh dan spirit Islam bisa kita gunakan untuk membangun bangsa ini. Indonesia dengan dasar Pancasila menurut kami sudah sangat tepat, dan Islam sendiri telah terwakili disemua butir pancasila tanpa mendiskriminasikan agama yang lainnya.


Sedangan ketika dimintai pendapatnya mengenai salah satu aliran Islam Ahmaddiyah yang dianggap menyimpang, menurut Saeful yang harus dikedepankan adalah dialog. Memang Ahmadiyyah dianggap terlalu jauh melakukan penyimpangan, akan tetapi menanggapi dengan jalan kekerasan hanya akan menimbulkan kebencian dan perpecahan. Solusi yang baik adalah para tokoh agama dan pemerintah bisa duduk berdiskusi, memberikan pemahaman yang benar kepada para penganutnya tanpa harus memaksa dan mengancam. Nilai-nilai terbuka, menghargai perbedaan dan keyakinan, serta membuka ruang diskusi seperti yang disemaikan oleh para civitas PP API Salaf sangat mendukung bagi terciptanya kehidupan beragama yang harmonis.


E. Pandangan Pesantren Terhadap Terorisme


Tindakan sebagian kecil umat Muslim yang nekat melakukan aksi bom bunuh diri kembali terjadi beberapa waktu yang lalu. Yang paling mutakhir adalah dilakukan Ibrahim cs, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Para pelaku bom bunuh diri mengklaim aksinya itu sebagai tindakan jihad atau amaliyah istisyhadiyyah. Benarkah demikian? Bagaimana pandangan PP API Salaf terhadap tindakan seperti itu?


Menurut Imam, dengan tegas menyatakan bahwa yang dilakukan oleh Amrozi dan kawan-kawan dengan cara mengebom itu tidak pas terutama dalam sasarannya yang ternyata juga memakan korban umat Muslim. Jihad di Indonesia dengan mengangkat senjata jelas tidak tepat karena negara dalam kondisi damai. Jihad dengan mengangkat senjata bisa dilakukan di Afganistan dan Palestina yang dalam kondisi perang. “Apabila ingin berjihad dengan berperang silahkan berangkat ke negara tersebut” , seru Imam.


Tindakan para teroris itu jelas tidak bisa dibenarkan. Itu aksi konyol yang hanya akan merusak dan merugikan kehidupan masyarakat. Kalau motifnya untuk mencapai misi atau tujuan tertentu, maka pakailah cara-cara yang damai dan benar. Indonesia kan negara aman dan damai, jadi tidak dibenarkan melakukan aksi bom bunuh diri. Tindakan yang dilakukan oleh Amrozi dan kawan-kawan adalah tindakan yang tidak bertanggungjawab dan harus dicegah.


Gus Amad menambahkan bahwa Islam secara tegas menyatakan keharaman membunuh orang tanpa sebab yang pasti dan dibenarkan oleh agama. Bahkan membunuh satu orang saja, bila tidak ada dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara syar’i, dalam Islam dinilai sama artinya membunuh banyak orang. Kalau klaim itu sebagai tindakan amaliyah istisyhadiyah (jihad dan mati syahid), maka itu salah besar. Teror berbeda dengan jihad dan jihad tidak sama dengan teror. Perang saja ada aturannya. Boleh melakukan bom bunuh diri, tapi itu di wilayah perang. Di Indonesia aman, tidak ada perang, maka haram aksi tersebut.






F. Respon Pesantren Terhadap Terorisme


Adanya anggapan pesantren sebagai sarang teroris tentu sangat mengganggu dan merugikan para civitas pondok pesantren. Dalam hal ini PP API Salaf melalui Gus Amad menjelaskan, mungkin akan dilihat pesantren mana dulu yang dikatakan sebagai sarang teroris. Kalau mereka itu menyamaratakan bahwa semua pesantren adalah sarang teroris tentu kami sangat tidak terima, dan mempersilahkan kepada mereka untuk datang dan mengecek pesantren kami disini.


Mereka tidak berhak mengeluarkan stetmen seperti itu sebelum mereka turun ke semua pesantren. Tetapi kalo memang ada bukti, menurut saya bersifat kasuistik. Kalau masyarakat menganggap seperti itu mungkin karena mereka tidak paham, dan hanya mendengar dan membaca berita-berita yang kadang juga menyudutkan pesantren sehingga ada anggapan seperti itu. “Tapi saya yakin kalau mereka datang dan mengetahui lansung anggapan itu tidak akan ada” ungkap Gus Amad. Sedangkan Saeful lebih menyikapi dengan biasa saja karena memang tidak merasa bersalah. “Kalo kita disini ya jelas tidak sepakat dituduh teroris yah, tapi kan kita ya santai aja wong kenyataanya yang ada disini tidak seperti yang dituduhkan”.


G. Sebab-Sebab Munculnya Terorisme


Menurut Gus Amad, dengan melihat dari peryataan-pernyataan yang dilontarkan oleh pelaku dengan mengatasnamakan Jihad, terlihat kesalahan pada penafsiran mereka atas Ayat-Ayat Jihad. Mereka para pelaku tersebut hanya memandang ayat-ayat jihat dari teks-nya saja. Misalkan ada ayat menyuruh berperang atau boleh membunuh orang kafir sebagai perbuatan Jihad. Nah disitu disamaratakan, berarti memerangi orang kafir dimanapun merupakan sebuah jihad.


Padahal menurut kami sendiri orang kafir kan masih dibagi-bagi. Ada kafir yang masih bisa bersatu dan bekerjasama dengan kita, ada kafir yang memang memusuhi kita. Nah Jihad dengan cara melakukan perlawanan fisik/perang menurut kami adalah untuk memerangi orang kafir yang memang memusuhi/memerangi kita. Padahal kalau kita lihat di Indonesia belum terlihat ada upaya memerangi orang Islam. Jadi menurut Gus Amad akar permasalahannya pada pemahaman atas ayat-ayat jihad.


Menurut Imam juga menegaskan, dari apa yang diungkapkan para pelaku, mereka seperti orang awam yang kurang mendalami ajaran agama Islam. Hal ini membuat mereka memiliki tafsir yang hanya berdasarkan atas teks tanpa mengaitkan dengan asbabul nuzul dan kondisi lingkungan sehingga turun perintah tersebut. Pemikiran semacam ini dibawa oleh kalangan aktivis dan mantan pejuang Afghanistan ke Indonesia. Hal seperti itu dipaksakan di Indonesia, padahal Indonesia dan Afghanistan jelas berbeda.


H. Pemahaman Terhadap Jihad


Bagi umat Islam, berjihad merupakan jalan yang sangat dianjurkan oleh Islam. Dalam banyak bentuknya, jihad dapat dilaksanakan secara individu, kelompok, maupun dalam masyarakat yang lebih besar, yakni bangsa dan negara. Namun demikian, tak dipungkiri masih ada segelintir kaum Muslimin yang salah dan menyelewengkan ajaran jihad untuk kepentingan tertentu. Bagaimanakah pemahaman para civitas PP API Salaf dalam memahami makana jihad menjadi sesuatu yang cukup penting untuk diperhatikan.


Menurut Imam, jihad ada kaitan yang sangat erat dengan ijtihad. Kalo pengertian ijtihad kan mencurahkan segala kemampuan untuk mencari ketetapan hukum yang belum ada aturannya. Sasarannya jelas untuk lebih mengenal agama Allah. Jadi kalo ijtihad bergeraknya dalam ranah berfikir dan melakukan penelitian, tetapi kalo jihad dalam ranah perbuatan dalam amal ma’ruf nahi mungkar (berbuat kebaikan dan mencegah kemaksiatan).


Konsep awal jihad dalam Islam adalah difa’ (bertahan/mempertahankan diri). Seperti disitir oleh Al-Quran, “Aku (Allah) ijinkan kalian berperang bagi orang-orang yang diperangi dan dizalimi.” Ajaran jihad itu sendiri sebenarnya sangat mulia, karena untuk kemaslahatan dan membela kaum tertindas. Sehingga dalam melaksanakan ajaran ini tidak sembarangan dan dibutuhkan pengetahuan tentang Islam yang mendalam agar tidak salah dalam implementasinya kelak.


Sedangkan menurut Gus Amad, jihad sangat tergantung dari kondisi yang ada dilingkungan kita. Mungkin ketika kita hidup seperi di Palestina yang dalam kondisi perang dengan Israel. Nah dalam kondisi tersebut bisa diartikan orang kafir memerangi orang muslim, maka orang muslim yang ikut berperang memanggul senjata disana dikategorikan Jihad. Hukum Jihad dengan berperang berlaku disana. Tapi kalo kita disini, di Indonesia sendiri dalam keadaan damai sehingga menurut saya jihad yang tepat adalah bagaimana kita bisa memerangi dan mengekang hawa nafsu kita untuk bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah dan tidak melanggar syariat-syariat yang ada. Jadi jihad di Indonesia merupakan upaya untuk memerangi diri sendiri untuk tidak melanggar ketentuan-ketentuan agama.
















Written by Ode Libertad


Tuesday, September 28 2010 09:17







sumber :


http://www.pesantrenbanyumas.com/index.php?option=com_content&view=article&id=73&Itemid=65#CommentForm



Share this article :

1 komentar:

  1. inyong alumni...mbok ana sing pengin latihn ngelas ming rohman bae,ledug nek sing pengin teyeng servis hp ngneh latihan bareng nang tmpte aku

    BalasHapus

Mengenai Saya

Purbalingga, Jawa Tengah, Indonesia
Assalamu'alaikum Selamat datang di Blog Ma'mun Mushofa. Blog ini adalah situs yang berisi sajian-sajian yang tak karuan. dari koleksi mp3 lagu-lagu sholawat sampai koleksi artikel-artikel yang tidak jelas,maklum yang punya blog ini masih amatiran dalam menyetir situs ini,'afwan,,,,,,,,, syukron
 
Support :Creating website
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Pengobsesi Munsyid